Latest News


More

sastra

Posted by : Unknown on : Kamis, 12 Februari 2009 0 comments
Unknown
Saved under :
Sastra dan Bahasa : Kritik Sastra

Selasa, 10-Juni-2008 - oleh : Nensi Suherman
Dibaca 2673 kali

Menurut Andre Harjana kata kritik baru di gunakan pada saat Hb Yasin meluncurkan bukunya kesastraan indonesia dalam kritik dan essei, disitu kata kritik mulai kokoh di gunakan dan pengertiannya pun mulai kokoh, tetapi bagaimana dengan perkembangannya, apakah dengan kokohnya pengertian dan istilah kritik itu kemudian perkembangan kritik sastra itu menjadi kokoh kalau kita baca tulisan-tulisan di media masa, makalah, keluhan-keluhan yang muncul di seminar-seminar, simposium dan sebagainya, kita masih melihat bahwa perkembangan kritik sastra indonesia itu memprihatinkan, karna derasnya karya sastra yang ada tidak disertai dengan kritik sastra yang memadai, indikasi dari ketidakmemadai ini yaitu pertama kritikus, sastra secara kuantitas terhitung mimin, yang kedua para kritikus yang menulis kritik sastra itu tidak mendalami bidangnya secara sungguh-sungguh, ketiga dilihat dari isi kritik sastra yang kurang ilmiah, lontaran-lontaran berupa kritik sastra yang objektif, intuitis, pesan-pesan, lebih banyak menceritakan isi karya sastra tanpa ulasan-ulasan yang harusnya menjadi faktor utama.
Ketika masalah kritik sastra ini muncul sebetulnya yang diharapkan adalah peran akademik sastra tetapi ternyata sampai saat ini banyak keluhan bahwa akademik sastra tidak berperan dalam perkembangan kritik sastra, betulkah peran akademik sastra sudah mati? Kritik sastra akademik adalah kritik sastra yang di tulis dengan pola-pola tertentu biasanya mengacu pada tehnik penulisan ilmiah kemudian dasarkan diri pada teori dan metode yang harus di pertanggung jawabkan, contohnya adalah puisi, tesis, makalah, artikel jurnal dan sebagainya.
Kritik sastra akademik sering di konfrontasikan dengan kritik sastra non akademik atau biasa di sebut juga kritik sastra umum yang bersifat sebaliknya atau tidak didasarkan kepada rambu-rambu penulisan yang di tehnik penulisan ilmiah, kemudian teori dan metodenya bersifat intuisif, bentuk-bentuknya seperti artikel, resensi dan lain sebagainya, dasar penulisnya biasanya bukan dari kalangan akademesi, meskipun banyak kalangan akademisi yang menulis kritik sastra jenis ini, jika di lihat ternyata akademik kritik sastra itu belum pasti yang artinya akademik kritik sastra itu masih banyak di tulis, di berbagai perguruan tinggi di Indonesia banyak skripsi yang bermunculan tiap tahunnya, masalahnya dari sekian banyak kritik sastra yang di tulis banyak pihak menyatakan kritik sastra akademik mandul, mati dan tidak berperan, hingga memunculkan persoalan mengenai peran sastra akademik tersebut. Jika dilihat persoalannya bukan berasal dari banyak atau sedikitnya karnya sastra di tulis, tetapi kritik sastra akademik itu kurang terasakan di masyarakat luas, karna yang pertama kritik sastra akademik itu di tulis sebagai bahan formalitas, ketika itu di tulis sebagai formalitas, kesungguhan di dalam penulisan untuk melakukan suatu penemuan yang berguna bagi perkembangan sastra berkurang, hingga kontribusinya ikut berkurang. Ke dua kritik sastra akademik terlalu mengedepankan format, menganggap materi sebagai harga mati, hingga pengunggkapan terhadap kebulatan karya sastra itu berkurang. Ke tiga dalam penyajiannya mengggunakan bahasa baku atau ragam bahasa ilmiah, sehingga kritik sastra itu menjadi kaku, tertutup hingga sulit di terima masyarakat. Ke empat kritik sastra akademik cenderung berada di lingkarannya saja, artinya kurang terpublikasikan secara luas hingga kontribusinya menjadi kurang.
Jika kita melihat sejarah sastra, kita bisa menemukan bahwa kontribusi paling besar dari kritik sastra yang muncul berasal dari media masa, mungkin ada semacam keengganan dari kalangan akademisi untuk membuat kritik-kritik di media masa, atau juga berasal dari ketidak mampuan, sehingga muncul dua penyebab yaitu ketidakmauan dan ketidakmampuan, pertama jika terjadi karena keengganan di sebabkan munculnya anggapan bahwa kritik sastra yang ada di media masa itu tidak ilmiah sementara kritik sastra akademik itu ilmiah, kritik sastra akademik itu formatnya harus di susun dengan aturan yang berlaku dalam penulisan kritik sastra di akademik, keilmiahan sebuah kritik sastra itu tidak tergantung pada format tetapi pada hakikat, selama ini yang di lihat ilmiah adalah jika format penulisannya sudah mengacu pada tehnik penulisan ilmiah, dan jika didasarkan pada teori dan metode tertentu. Padahal semua itu tidak menjamin, karna ilmiah itu berasal dari kata ilmu yang berarti pengetahuan yang di dasari metode ilmiah, di dalam melakukan metode ilmiah ada cara yang bisa kita lakukan secara kuantitatif dan kualitatif, bisa dilkukan dengan dimulai dari teori-teori dan metode yang terkonsep tetap sejak awal, bisa saja teori itu hadir belakangan, justru teori itu di temukan, jadi ketika sebuah kritik sastra tidak mencantumkan teori, bukan berarti kritik sastra itu tidak bersifat ilmiah, contohnya saat sebuah kritik sastra tertera di media masa yang tidak mencantumkan teori, belum tentu tidak ilmiah atau tidak mengandung teori, jika di cermati, di dalam kritik sastra itu terdapat teori yang telah bercampur dengan wawasan penulisnya hingga kebulatan karya sastra yang di kritik itu lebih terungkap. Ketika sebuah kritik sastra bersifat ilmiah dengan catatan keilmiahan yang telah di uraikan di atas maka kritik sastra itu, siapapun yang menulisnya, dimanapun medianya, adalah akademik. Dengan cara ini, kritik sastra akademik menjadi hidup serta optimal, karena para akademik kritik sastralah yang bertanggung jawab menjaga keilmiahan sebuah kritik sastra dimanapun dia berada, hingga kontribusi para akademik ini harus ditingkatkan, jika masalahnya adalah ketidakmampuan mempublikasikan kritik sastra secara luas, maka perlu adanya kerjasama dari semua pihak baik itu institusi sastra, pemerintah, maupun non pemerintah. Pertama dari pihak instisusi sastra berupa kurikulum mata kuliah yang sebaiknya tidak hanya berbicara tentang teori dan pengaplikasiaannya, tetapi juga harus di arahkan supaya mahasiswa itu mampu mensosialisasikan kritik-kritik akademik ke dalam media yang lebih luas. Yang kedua dari pihak pemerintah ataupun non pemerintah harus melalukan upaya kongkrit berupa workshop penulisan kritik sastra untuk media masa, itu lebih jelas menunjang di bandingkan dengan acara-acara seminar yang membahas kritik sastra tanpa ada upaya kongkrit untuk mengembangkannya, sebaiknya ketika seminar itu di hentikan dan masalah-masalahnya sudah jelas, langsung mengadakan pelatihan dan upaya untuk membangkitkan kegairahan para mahasiswa untuk menyusun skripsi.
Saved under :

Tidak ada komentar:

Leave a Reply